Minggu, 17 Maret 2013
Akhir minggu lalu, saya bertemu dengan seorang kawan yang ingin mengakhiri masa bekerjanya tujuh tahun lagi, atau di usia 40 tahun. Setelah pensiun dini, dia berencana pulang kampung: berkebun, bertani, serta berternak. Tentu bukan dalam skala besar seperti pengusaha. “Ya, ala kadarnya. Membangun kampung, sekalian kalau ada teman-teman sekolah dulu (SD-SMA) yang belum bekerja bisa diajak sama-sama,” tutur karyawan level menengah di lembaga internasional itu. Karena itu, ayah dua putra ini sudah menyiapkan investasi — ditanam sejak usia 25 tahun — yang akan dicairkan pada usia 40 tahun kelak. Mendengar itu, saya hanya menarik nafas. Terlalu linier membayangkan masa depannya. Tapi sudahlah, toh niat baik sudah ditanam. Berakhirnya masa kerja, bisa karena keputusan sendiri yang memang sudah direncanakan atau memang sudah waktunya memasuki masa pensiun. Tapi bisa juga, kondisi tersebut dipahami sebagai perpindahan dari bekerja dengan menerima gaji tetap menjadi bekerja tanpa pendapatan tetap. Jika ini sudah menjadi pilihan untuk dipersiapkan, sebelum waktunya tiba mulailah menjalani hidup dengan anggaran terencana. Setidaknya satu-dua tahun sebelum pensiun dini. Siapkan (calon) sumber pendapatan. Dan jangan lupa: asuransi kesehatan. Untuk mengetahui kesiapan yang baik, jangan lupa melihat beberapa hal ini: 1. Uji daya tahan pengeluaran Ketika masa kerja berakhir, tentu pendapatan yang diterima sebagai gaji rutin akan berakhir. Karena itu, perlu memiliki sensitivitas pengeluaran jangka panjang. Cobalah buat rencana pengeluaran, kemudian ukur dengan potensi penerimaan yang akan diperoleh. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa tabungan tidak bobol oleh belanja di luar batas kemampuan finansial. Karena itu, penting membuat daftar, minimal belanja pokokyang pasti dan belanja tambahan yang bisa berubah-ubah. Mungkinkah tabungan dicairkan? Tentu saja. Sebab tabungan (bisa dalam bentuk investasi) disiapkan untuk menghadapi masa akhir berpendapatan rutin. Namun yang perlu diingat, jumlahnya jangan lebih dari 4 persen atau setara dengan 25 tahun hidup setelah pensiun. Jangan lupa juga, ketika menghitung kepemilikan dana masa depan, disesuaikan pula dengan inflasi. Karena laju pertumbuhan harga ini akan menggerus nilai uang Anda. 2. Pendapatan penopang hidup Kekhawatiran umum bagi orang yang ingin "memulai hidup baru" seperti di atas, termasuk soal pendapatan tetap. Tentu solusinya cuma satu: amankan pendapatan seumur hidup. Masalahnya, dana yang ditanam pada asuransi pensiun misalnya, tidak bisa diakses setiap saat. Jika ditanam untuk cair usia 55 tahun, tidak bisa digunakan pada umur 40 tahun. Kecuali ingin kena denda. Solusinya? Siapkan tabungan atau simpanan, baik lewat asuransi maupun investasi, secara berjenjang. Pencairannya bertahap pada setiap periode-periode tertentu, misalnya setiap lima tahun. Tinggal pilih, bisa sejak usia 35 tahun atau 40 tahun. 3. Jaminan kesehatan Selain soal dana tunjangan, masalah kesehatan tentu sangat penting di saat "gantung pekerjaan rutin" maupun pensiun dini. Pada usia pertengahan 20 tahun, belanja asuransi yang mengamankan kebutuhan jaminan kesehatan jangka panjang, bisa jadi pilihan bijak. Hal ini akan mampu mengurangi beban persiapan menyiapkan dana untuk berhenti menerima pendapatan rutin sebagai karyawan, maupun pensiun. Jaminan kesehatan yang disiapkan sejak dini untuk masa datang menjadi penting, mengingat: kondisi kesehatan akan mengalami penurunan pada usia lebih tua (diminishing), sementara ongkos kesehatan akan terus naik. Dana yang disiapkan untuk kehidupan masa mendatang sebaiknya dipisahkan dari kebutuhan kesehatan. Beban tabungan atau investasi akan terlalu berat jika harus menggendong biaya untuk sehat kelak. Sudahkah siap pensiun dini? Entahlah, kata teman saya itu. Kelak kami akan berbincang lagi, mungkin tentang rencana pensiunnya dari rutinitas pada usia 40 tahun atau bisa juga ada rencana baru yang lain. Salam. Herry Gunawan, Pendiri Plasadana.com
0 komentar:
Posting Komentar