Senin, 28 Juni 2010
Acapkali perkawinan lanjutan atau perkawinan kembali (terjemahan untuk ”remarriage”) disebut-sebut akan lebih berhasil daripada perkawinan pertama karena biasanya orang sudah dapat belajar dari sebelumnya. Tetapi, risiko dan masalah yang muncul juga tidak ringan, seperti yang terjadi berikut ini.
Saya berusia 45 tahun, baru enam bulan menikah untuk pertama kali dengan duda cerai tiga anak (17, 13, dan 4 tahun). Pernikahan pertama suami saya kandas setelah menikah 17 tahun. Setelah menduda hampir dua tahun, dia menikah kembali dengan saya.
Masalah yang saya hadapi adalah, mantan istri suami saya sering ke rumah (beberapa kali dalam seminggu, tetapi kadang lebih dari tiga bulan tidak datang) dengan alasan menengok anak-anaknya. Sekali waktu mantan istri datang ke rumah saya dengan ibu dan kakaknya, saat itu saya tengah bekerja di kantor.
Saya sudah menyampaikan kepada suami saya bahwa saya tidak suka apabila sang mantan datang ke rumah. Apabila memang ingin bertemu anak-anak, mereka bisa ketemu di tempat netral. Masalah terakhir adalah sang mantan ingin menginap di rumah mantan mertuanya (bersama anak-anaknya). Menurut saya, itu hal yang tidak masuk akal.
Apakah wajar sang mantan ke rumah saya untuk menjemput anak-anaknya, apakah wajar sang mantan ingin menginap di rumah mertua bersama anak-anaknya? (Kami menetap di kota yang sama). Suami saya cenderung membela mantannya dengan alasan karena ini urusan anak-anaknya. Mohon nasihat untuk masalah saya ini, terima kasih.
Ny Tuti
Keterangan tambahan:
Saat ini sang mantan berusia 35 tahun (menikah karena ”kecelakaan”), suami saya 45 tahun. Dia ibu rumah tangga, belum pernah bekerja, sifatnya manja, keras, pemarah, suka mengancam (pada saat saya mau menikah, saya dan suami diancam). Perceraian terjadi karena wanita ini gemar berutang hingga ratusan juta, akibatnya saat ini suami saya tidak punya harta apa-apa, semua digadaikan oleh sang mantan. Saya tak mempunyai masalah apa-apa dengan suami dan anak-anak tiri saya yang semua tinggal bersama saya.
Ibu Tuti yang baik,
Saya mengucapkan selamat karena bagaimanapun tentunya ibu masih dalam situasi pengantin baru, enam bulan menikah setelah 45 tahun hidup melajang. Ini adalah hidup baru buat ibu, juga untuk suami dan anak-anaknya tentunya. Suasana di rumah mungkin masih dalam tahap penyesuaian dan belum ada masalah yang berarti.
Tampaknya ibu harus siap berjuang keras memenangkan ”pertandingan” menghadapi gangguan dari mantan istri, yang bisa berdampak mengganggu suasana hubungan dengan suami dan anak-anak. Meskipun perkawinan yang ibu hadapi terasa cukup berat dan lebih berisiko, saya kira ibu dapat mengambil langkah yang aman dan lebih bijak menghadapinya.
Menghadapi mantan istri
Usahakan tidak mudah terpancing secara emosional, tetaplah bersikap tenang dan rasional menghadapi berbagai hal. Bila mantan berniat menginap di rumah mertua Anda sekarang bersama anak, tak perlu ditanggapi.
Soal wajar tidaknya, menurut hemat saya, tak perlu dipersoalkan, mengingat sifat mantan yang senang membuat ulah. Lebih baik ibu berusaha berpikir positif, misalnya bahwa demi kebaikan, anak-anak juga perlu berkomunikasi dengan ibu kandungnya. Hindari perasaan mudah iri atau cemburu dalam memperoleh kasih sayang suami atau anak.
Memang, sebaiknya suami yang melarang mantan untuk bertemu anak di rumah. Suami perlu lebih tegas bersikap. Bila rumah yang Anda diami adalah milik Anda, akan lebih mudah melarangnya, tetapi tidak demikian halnya bila rumah itu dibeli suami ketika masih bersama mantan. Bagaimanapun, tunjukkan kebesaran hati ibu dengan lebih banyak mengalah. Tampilkan bahwa ibu jauh lebih dewasa dan mempunyai sifat-sifat yang terpuji.
Sebaiknya ibu lebih berkonsentrasi untuk menyesuaikan dan menerampilkan diri terhadap peran baru sebagai istri dan ibu. Terus belajar mengenali suami lebih jauh, mengembangkan rasa saling percaya dan menyamakan berbagai nilai kehidupan dengannya.
Sangat baik bahwa ibu berbicara secara terbuka mengenai perasaan ibu yang sesungguhnya sehubungan dengan ulah mantan, tetapi usahakan tidak mendesak atau menyalahkan suami. Pahami bahwa suami pun masih pusing menghadapinya. Ibu perlu belajar lebih fleksibel dan melakukan kompromi dengan semua pihak, tetapi juga tetap tegar, hindari memikirkan hal-hal sepele yang mantan lakukan.
Menghadapi anak-anak tiri
Ibu mendapat tugas mulia untuk ikut mengasuh mereka. Buktikan bahwa sebagai ibu tiri, ibu jauh lebih baik menghadapi mereka, dengan banyak memberikan model atau contoh perilaku positif dalam hidup sehari-hari. Ibu perlu melakukan pendekatan yang berbeda menghadapi si sulung yang sudah remaja dan si bungsu yang masih balita.
Lebih bersikap sebagai teman yang banyak mendengarkan dan berdiskusi tentang minatnya akan sangat membantu menumbuhkan kepercayaan si sulung pada ibu. Anak tengah juga tidak mudah mendekatinya, Ibu perlu belajar memberi perhatian secara tulus kepada mereka dan mengembangkan rasa saling sayang dan percaya.
Dengan yang bungsu, mungkin lebih mudah mengarahkannya. Yang pasti pelajari secara saksama sifat setiap anak. Mengingat ibu mempunyai penghasilan sendiri dan mungkin saat ini menjadi tokoh sentral dalam urusan keuangan, berhati-hatilah dalam memberi hadiah kepada mereka, jangan sampai menimbulkan iri hati atau memberi peluang kepada mantan untuk memanipulasi ibu lewat anak-anak. Dalam mendisiplin mereka, mintalah suami yang lebih berperan bila harus memarahi atau menghukum kesalahan mereka.
Selamat berjuang ibu. Salam manis.
Agustine Dwiputri PSIKOLOG
Sumber
Kompas.com
Mau dapat uang Gratis, dapat kan di http://roabaca.com/forum/index.php/topic,87.0.html
0 komentar:
Posting Komentar