Jumat, 26 November 2010
Diabetes dan depresi bak lingkaran setan. Berdasar studi di Harvard University, depresi meningkatkan risiko diabetes. Demikian pula sebaliknya, diabetes meningkatkan risiko depresi.
"Studi itu memperlihatkan bahwa dua gangguan kesehatan itu saling memengaruhi satu sama lain," kata pemimpin studi, Dr Frank Hu, profesor bidang nutrisi dan epidemiologi Harvard School of Public Health, Boston, seperti dikutip dari laman MSN.
Studi itu memuat data yang menunjukkan, sekitar 10 persen dari populasi penduduk di Amerika Serikat mengidap diabetes. Sebanyak 95 persen terdiagnosis diabetes tipe 2, yang dipicu obesitas. Sementara sebanyak 6,7 persen dari penduduk usia 18 tahun ke atas mengalami depresi klinis setiap tahunnya.
Gejala diabetes diperlihatkan dengan kadar gula darah tinggi dan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin. Umumnya ditandai dengan sering buang air kecil, mudah haus, penglihatan kabur, serta mati rasa di tangan atau kaki. Sedangkan gejala depresi antara lain cemas, putus asa atau bersalah, kurang tidur, nafsu makan hilang atau berlebih, hingga hilangnya minat hidup.
Studi dilakukan dengan mengamati data kesehatan 55 ribu perawat wanita selama 10 tahun. Sebanyak 7.400 partisipan yang depresi, mengalami peningkatan risiko diabetes sebesar 17 persen. Mereka yang terbiasa mengonsumsi obat antidepresan bahkan mengalami peningkatan risiko diabetes hingga 25 persen.
Di sisi lain, lebih 2.800 partisipan pengidap diabetes memiliki risiko 29 persen mengalami depresi. Mereka yang mengonsumsi obat-obatan dan perawatan diabetes memiliki risiko depresi lebih besar.
Tony Z Tang, profesor dari Department Psikologi Northwestern University, mengatakan, pengaruh hubungan antara diabetes dan depresi berkurang ketika partisipan melakukan kontrol berat badan dan melakukan olahraga teratur.
"Ini menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan diabetes dipengaruhi variabel pengganggu," kata Tang. "Dalam istilah awam, obesitas dan gaya hidup tak sehat membuat orang mudah tertekan, dan potensial mengidap diabetes."
Dr Frank Hu menambahkan, tingkat depresi tinggi akan memengaruhi kadar gula darah dan metabolisme insulin, melalui pelepasan hormon stres atau kortisol. Sementara diabetes dapat memicu stres kronis. "Jadi hubungan diabetes dan depresi tak hanya persoalan gaya hidup tak sehat, tapi juga memiliki keterkaitan secara biologis." (pet)
Sumber
VIVAnews
Artikel Yang Berhubungan
Label: kesehatan
0 komentar:
Posting Komentar