Kamis, 17 Maret 2011
INILAH.COM, Jakarta - Gempa dan tsunami Jepang bisa memicu kontraksi ekonomi. Tapi, dalam jangka menengah, Jepang bisa tumbuh lebih tinggi dari angka kontraksinya. Pertumbuhan RI pun kecipratan.
Pengamat ekonomi David Sumual mengatakan, untuk jangka pendek, bencana selalu berdampak negatif pada perekonomian sehingga menggerus produk domestik bruto (PDB) 0,1-02%. Sebab, klaim asuransi rumah dan mobil yang rusak parah harus dibayarkan.
Begitu juga Jepang yang diguncang gempa 9 skala richter dan dihempaskan tsunami, akhir pekan lalu. “Tapi, untuk jangka menengah bisa memicu titik balik pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dari angka kontraksinya,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, kemarin.
Kondisi itu, menurut David, direfleksikan oleh saham-saham sektor energi di Nikkei yang berguguran. Namun saham-saham kontruksi dan perumahan justru mengalami kenaikan. Saat pemulihan akan dibangun kontruksi dan perumahan baru yang menguntungkan emiten di sektor ini. “Untuk jangka menengah, PDB Jepang diperkirakan bisa meningkat di atas angka koreksinya hingga 0,5%,” ungkapnya.
Kondisi itu, lanjut David, sangat positif bagi pertumbuhan eknomi Indonesia untuk jangka menengah. Sebab, bahan baku pembangunan itu bisa dipastikan berasal dari Indonesia seperti kayu, furnitur, peralatan rumah tangga, wallpaper, bahan-bahan bangunan lain seperti baja dan energi seperti batu bara.
“Jepang bakal mengimpor berbagai bahan baku itu dari Indonesia,” tandasnya. David memperkirakan, pemulihan Jepang pasca gempa dan tsunami memiliki daya dorong pada PDB RI sekitar 0,2%.
Fokus ekspor RI memang bukan hanya ke Jepang, tapi juga China, India dan Eropa. Tapi, karena Jepang merupakan negara dengan ekonomi ketiga terbesar dunia, PDB negara sakura itu memiliki daya dorong bagi perekonomian RI.
Apalagi, dari sisi Penanaman Modal Asing (PMA) di Tanah Air, Jepang menempati urutan ke 4 di Indonesia. Dari sisi negara tujuarn ekspor, Jepang menempati urutan 2 setelah China. “Jepang merupakan negara tujuan ekspor RI terbesar,” turut David. Pada 2010, ekspor non-migas RI ke Jepang mencapai 12,7% sedangkan impor 16,3%.
Lebih jauh David mengatakan, setelah gempa, PDB Jepang bakal terkoreksi. Untuk itu, Jepang berpeluang mencairkan treasury note-nya di AS untuk pemulihan daerah yang terdampak bencana parah. “Belum lagi, pemulihan akibat ledakan nuklir setelah tiga kali ledakan,” ucapnya. Sekarang, Jepang mengkhawatirkan bocornya radiasi nuklir mencapai inti reaktornya.
Hingga saat ini, Jepang belum melangkah ke fase pemulihan. Jepang, masih fokus pada tahap kemanusiaan. Tapi, untuk fase pemulihan pun, David memperkirakan Jepang tidak akan mencairkan portofolionya di Indonesia.
Jepang juga, tidak akan meminta RI untuk membayar utang lebih cepat dari kontraknya. Karena itu, dari sisi ini utang RI ke Jepang tidak terpengaruh. Sebab, utang tersebut tetap dibayar. Memang, angkanya sangat besar mencapai US$26,6 miliar melalui pinjaman luar negeri official development assistance (ODA) hingga kuartal III 2010. “Ini benar-benar utang pemerintah RI ke pemerintah Jepang,” ucapnya.
Total utang Indonesia ke Jepang dalam bentuk yen, mencapai US$31,9 miliar di kuartal III 2010. “Utang tersebut sudah ada kontraknya sehingga, tidak mungkin Jepang meminta pembayaran lebih cepat dibandingkan tenggat yang tertuang dalam kontrak,” tandas David.
Hanya saja, RI berisiko dari sisi penguatan yen sejak dua tahun lalu dari level 110-120 per dolar AS ke level 80-88 per dolar. Tapi, kelihatannya, penguatan yen tidak lebih jauh lagi. Sebab, Jepang merupakan negara ekportir yang tidak positif jika mata uangnya terlalu kuat.
Alhasil, untuk jangka pendek, beberapa produk ekspor RI ke Jepang akan terganggu. Di antaranya sektor konsumsi seperti ekspor ikan tuna. RI juga, akan merugi dari sisi pariwisata. Sebab, setelah Australia, Jepang merupakan wisatawan terbesar yang datang ke Bali. “Karena bencana, turis asal Jepang berpeluang turun,” ungkapnya.
Tapi, David menegaskan, untuk jangka menengah, titik balik pertumbuhan Jepang akan sangat positif bagi PDB RI. Sebab, dari sisi ekspor, RI bisa mengalami peningkatan ke Jepang. “Apalagi, ada ekspektasi peralihan energi, ke batu bara seiring bocornya reaktor nuklir negeri Sakura itu,” imbuh David Sumual. [mdr]
0 komentar:
Posting Komentar