Kamis, 10 Maret 2011
VIVAnews - Meski Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Badan Pusat Statistik (BPS) menilai opsi menaikkan BBM bersubsidi jenis Premium sebesar Rp500 per liter merupakan pilihan yang paling mudah dilakukan.
Kepala BPS, Rusman Heriawan, menjelaskan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam menentukan opsi yang akan dipilih mengenai pengaturan BBM bersubsidi, karena semuanya memiliki implikasi masing-masing.
"Naikkan Premium, simple. Subsidi akan berkurang. Jika harga Premium dinaikkan, tidak ada moral hazard, apalagi jika dilengkapi dengan cashback untuk sektor-sektor produksi yang dapat memicu kenaikan harga," kata Rusman di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 9 Maret 2011.
Sebelumnya, Tim Kajian Pengaturan BBM Bersubsidi yang diketuai Anggito Abimanyu, memberikan tiga opsi terkait rencana pembatasan BBM bersubsidi. Di antara tiga opsi itu, salah satunya adalah menaikkan harga Premium sebesar Rp500 per liter.
Meski demikian, menurut dia, dengan kenaikan harga Premium sebesar Rp500 per liter, akan ada dampaknya terhadap inflasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Dampak langsungnya kecil. Bobot BBM di perhitungan inflasi itu cuma tiga persen. Tapi, multiplier effect-nya yang besar," kata Rusman.
Menurut dia, kuota BBM bersubsidi untuk 2011 sebesar 38,5 juta kiloliter akan sulit dijaga, jika harga Pertamax makin jauh meninggalkan Premium. Apalagi, tidak ada reward atau punishment untuk saat ini bagi mobil-mobil yang seharusnya menggunakan Pertamax.
Mengenai dampaknya terhadap inflasi, jika antara Maret sampai April terjadi deflasi, target inflasi sebesar 5,3 persen, dalam asumsi makro 2011, tetap berat untuk dicapai. Meski demikian, semua berharap target itu dapat dicapai. "Tapi, saya tidak bisa katakan tercapai atau tidak sebelum melihat kejadian sampai April," tegas Rusman.
• VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar